Terlalu dini, mungkin itu kata yang tepat untuk evaluasi SOTK, praktis baru 6 (enam) bulan kita menjalani SOTK baru, dan waktu yang sangat pendek untuk menilai kinerja SKPD hasil SOTK tersebut. Oke, evaluasi itu penting karena kita bicara masalah “system” disini, sehingga tidak ada masalah waktu mau pendek atau panjang, kalo ternyata sistem ini dinilai tidak berjalan baik maka akan sangat penting untuk sesegera mungkin di evaluasi.
Jika melihat secara umum, memang SOTK Kab. Wonosobo lumayan gemuk. Dan perlu diingat “kegemukan” akan menimbulkan banyak kendala dan penyakit, efek yang pertama jelas boros, karena boros maka jelas tidak efesien, yang kedua tumpang tindih tupoksi antar SKPD, yang ketiga pasti sulit untuk menilai hasil kerjanya. Sebagai contoh, ada beberapa SKPD yang naik level yang tadinya kantor menjadi Badan, atau menjadi Dinas, atau ada yang tadinya bukan merupakan SKPD menjadi SKPD tersendiri.
Terlepas dari semua jenis perubahan tesrebut. Prinsipnya adalah SKPD tersebut dapat bekerja dengan baik dan tentunya efesein dan efektif. Untuk kata “efisien dan efektif” inilah ada banyak SKPD yang masih jauh dari itu. Sehingga yang terjadi adalah pemborosan luar biasa, karena biaya pemerintah untuk membiayai operasional kantor tersebut menjadi 2 kali lipat, termasuk untuk membayar tunjangan pejabatnya dan ini tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas peningkatan pelayanan publik pada masyarakat (salah satu indikator IPM)
Mari kita analisa dari sub terkecil saja, bila satu jenis pekerjaan/sub bidang saat ini atau kemarin (SOTK lama) sudah berjalan dan mampu dikerjakan oleh 1 orang pejabat eselon IV/a maka tidak perlu penanganan urusan itu dinaikkan menjadi pejabat III/b, karena yang akan terjadi adalah “pekerjaannya sedikit pejabat yang menangani banyak”. Itu hanya contoh analisa secara sederhana dan itu terjadi pada SOTK sekarang, makanya banyak terjadi pemborosan disana-sini.
Tentang KPM dan Pemdes
Di bagian 1, sudah kita ceritakan fungsi Pemdes itu sebuah siklus yang tidak bisa dipisah satu sama lain (Pemerintah desa, Kelembagaan, Keuangan/Asset desa). Seperti waktu di Bagian Pemdes (SOTK lama), ke 3 fungsi itu terbagi secara jelas dan tegas dalam 3 kasubbag dalam 1 bagian, sehingga pelaksanaan pekerjaannya terkoordinasi dengan baik satu sama lain.
Lalu, urusan lain yang di KPM, bagaimana ?
Hampir semua urusan di KPM, bersifat ”tugas pembantuan”, dan bila urusan-urusan itu lekatkan pada bidang/urusan SKPD lainpun tidak akan menjadi masalah atau beberapa urusan pengaturannya dapat diserahkan pada desa.
Jadi, kita tunggu saja, hasil evaluasi SOTK, apakah pisaunya cukup tajam untuk bisa membelah kembali pemdes dan KPM.
Kita tunggu bersama..
Selasa, 26 Mei 2009
Jumat, 22 Mei 2009
PEMDES VS KPM (Part 1)....”Satu ibu yang tidak pernah bisa menyatu”
Tindak lanjut PP 38 Tahun 2007 yang di lanjutkan dengan PP 41 Tahun 2007 dan selanjutnya di Perda kan oleh Kab. Wonosobo, membuat Bagian Pemerintahan Desa (Pemdes) Setda bergabung dengan Kantor Pemberdayaan Masyarakat (KPM) menjadi BADAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN DESA ( BAPERMASDES).
Jauh sebelum digabung Pemdes dan KPM adalah dua lembaga yang saling bersinggungan satu dengan yang lain (walau di PP 38 merupakan satu bidang urusan dan dalam PP 41 termasuk satu rumpun). Seperti air dan minyak, kedua urusan itu dipaksakan dan digabung dalam satu wadah, ada banyak perbedaan pola kerja antara Pemdes dan KPM, bahkan setelah digabung pun kedua urusan itu tidak serta merta dapat disatukan.
6 (enam) bulan pasca penggabungan, belum ada tanda-tanda kedua fungsi itu bakal harmonis bekerja berada dalam satu wadah.
Kenapa ini terjadi ?
PEMDES, pertama bekerja berdasarkan sistem pemerintahan yang merupakan bagian dari sistem pemerintahan daerah, tugas dan fungsinya jelas yaitu kebijakan tentang desa (Pemerintahan desa, Kelembagaan desa dan Keuangan/Asset desa) ke 3 fungsi itu jelas tidak bisa dipisahkan karena merupakan satu siklus pemerintahan yang terkait satu sama lain. Kedua ada pembagian tugas /fungsi yang jelas antara Kabupaten, Kecamatan dan Desa, itu dilakukan secara berjenjang dan terkoordinasi.
KPM, pertama mereka bekerja berdasarkan kegiatan (proyek) sehingga bisa dipastikan bila tidak mendapatkan alokasi anggaran mereka praktis tidak bekerja, kedua mereka bekerja tidak berkelanjutan. Prinsipnya anggaran habis maka kegiatan pun selesai. (contoh : ketika Otonomi daerah bergulir dan Program Inpres Bangdes hilang, maka kantor KPM pun seperti mati suri). Peran Kasi PM di Kecamatan tidak pernah diberdayakan/difungsikan oleh KPM sampai sekarang sehingga para kasi PM di Kecamatan seperti kehilangan fungsinya.
Perseteruan ini akan terus berlanjut ... Tunggu PEMDES VS KPM Part 2
Selasa, 12 Mei 2009
Sekdes PNS tidak bisa Komputer ???
Alhamdullilah 88 orang Sekdes di Wonosobo Tahap I telah diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil. Ada banyak harapan perubahan di desa dengan telah dingkatnya Sekdes menjadi PNS. Dalam PP 72 dan PP 45 disebutkan bahwa sekdes PNS harus punya kemampuan administrasi perkantoran.
Faktanya dari 88 orang sekdes yang telah diangkat PNS tersebut, masih ada sekdes yang belum menguasai dasar –dasar admnistrasi perkantoran, misal : mengetik dasar dengan operasi Microsoft Word. Sehingga hal ini seharusnya menjadi PR buat Sekdes untuk meningkatkan kemampuannya .
Sangat disayangkan bila Sekdes yang sudah diangkat PNS tidak bisa memberikan perubahan bagi perbaikan admnistrasi di desa.
Tentang Bengkok
Sangat jelas, Sekdes PNS sudah menerima gaji setiap bulan sehingga para sekdes tidak dapat mengolah bengkok nya lagi. Selanjutnya bengkok di serahkan kepada Pemerintah desa dan menjadi sumber pendapatan desa yang diatur dalam APBDesa.
Selanjutnya Pemerintah desa agar memberikan tunjangan jabatan bagi Sekdes PNS dari APBDesa sesuai kemampuan keuangan desa. (baca Perda tentang Kedudukan keuangan kepala desa dan perangkat desa.
Tentang Pola Kerja Sekdes PNS
Sekdes PNS dalam bekerja tetap sama seperti waktu belum PNS artinya bertanggungjawab kepada Kepala Desa. Jadi walau sudah diangkat PNS jangan berani-berani melangkah atau tidak mematuhi perintah dan tugas yang diberikan Kades, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan. Dan ingat DP-3 bagi Sekdes PNS yang tanda tangan Kepala Desa baru kemudian ditandatangani Camat.
Tentang Mutasi Sekdes
Mutasi Sekdes mungkin? Ya sangat mungkin, sekdes bisa dimutasi atau dipindah ke unit kerja lain atau desa lain. Prosesnya tentu sama dengan proses mutasi PNS lainnya.
Jadi para Sekdes yang udah diangkat, jangan kaget bila ada mutasi karena mutasi bagi PNS adalah hal yang biasa.
Tips bagi para Sekdes PNS
• Tingkatkan kemampuan anda dalam bidang admnistrasi (computer) dan tugas tugas yang menjadi tanggungjawab sekdes.
• Kuasai bidang IT (teknologi komputerisasi termasuk internet)
• Loyal terhadap atasan (kepala desa, camat, bupati)
• Tingkatkan pelayanan pada masyarakat
• Hindari KKN
• Bawa perubahan baik bagi Masyarakat Desa anda
• Berikan contoh bagi perangkat desa lainya
Selamat Bekerja !!!
Faktanya dari 88 orang sekdes yang telah diangkat PNS tersebut, masih ada sekdes yang belum menguasai dasar –dasar admnistrasi perkantoran, misal : mengetik dasar dengan operasi Microsoft Word. Sehingga hal ini seharusnya menjadi PR buat Sekdes untuk meningkatkan kemampuannya .
Sangat disayangkan bila Sekdes yang sudah diangkat PNS tidak bisa memberikan perubahan bagi perbaikan admnistrasi di desa.
Tentang Bengkok
Sangat jelas, Sekdes PNS sudah menerima gaji setiap bulan sehingga para sekdes tidak dapat mengolah bengkok nya lagi. Selanjutnya bengkok di serahkan kepada Pemerintah desa dan menjadi sumber pendapatan desa yang diatur dalam APBDesa.
Selanjutnya Pemerintah desa agar memberikan tunjangan jabatan bagi Sekdes PNS dari APBDesa sesuai kemampuan keuangan desa. (baca Perda tentang Kedudukan keuangan kepala desa dan perangkat desa.
Tentang Pola Kerja Sekdes PNS
Sekdes PNS dalam bekerja tetap sama seperti waktu belum PNS artinya bertanggungjawab kepada Kepala Desa. Jadi walau sudah diangkat PNS jangan berani-berani melangkah atau tidak mematuhi perintah dan tugas yang diberikan Kades, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan. Dan ingat DP-3 bagi Sekdes PNS yang tanda tangan Kepala Desa baru kemudian ditandatangani Camat.
Tentang Mutasi Sekdes
Mutasi Sekdes mungkin? Ya sangat mungkin, sekdes bisa dimutasi atau dipindah ke unit kerja lain atau desa lain. Prosesnya tentu sama dengan proses mutasi PNS lainnya.
Jadi para Sekdes yang udah diangkat, jangan kaget bila ada mutasi karena mutasi bagi PNS adalah hal yang biasa.
Tips bagi para Sekdes PNS
• Tingkatkan kemampuan anda dalam bidang admnistrasi (computer) dan tugas tugas yang menjadi tanggungjawab sekdes.
• Kuasai bidang IT (teknologi komputerisasi termasuk internet)
• Loyal terhadap atasan (kepala desa, camat, bupati)
• Tingkatkan pelayanan pada masyarakat
• Hindari KKN
• Bawa perubahan baik bagi Masyarakat Desa anda
• Berikan contoh bagi perangkat desa lainya
Selamat Bekerja !!!
Kabar Baik! ADD Tahap I Cair!
Kabar gembira ini tersiar untuk desa-desa yang telah selesai menyusun semua kewajiban-kewajian desa tahun 2008, telah meng-SPJ-kan ADD tahun 2008 dan telah menyusun APBDesa tahun 2009.
Kenapa demikian????
Karena senin, 18 Mei 2009, bakal dipastikan ADD tahap pertama yaitu sebesar 60% akan CAIR PERTAMA KALI. Kabar ini menggembirakan memang namun sekaligus memprihatinkan, sudah bulan Mei baru mau cair, tapi paling tidak kabar ini harus bisa menjadi penyemangat bagi desa lain untuk segera menyusul
Pencairan ini lain dari tahun lalu karena pemerintah berusaha mendekatkan pelayanan sehingga, ADD disimpan di Kas desa yang ada di BPR/BKK dimasing kecamatan.
Desa mana saja yang patut dibanggakan ini :
1. Kecamatan Watumalang : Desa Gumawang Kidul, Lumajang, Banyukembar, Watumalang, Mutisari, Pasuruhan
2. Kecamatan Selomerto : Desa Balekambang dan Kecis
3. Kecamatan Sukoharjo : Desa Sempol dan Pulus
4. Kecamatan Sapuran : Desa Ngadikerso dan Desa Batursari
Semoga 12 desa yang cair awal ini bisa memberikan contoh yang baik kepada desa lain, baik dari segi pelaksanaan di lapangan maupun pengadministrasiannya.
Tunjukkan bahwa pengelola keuangan desa transparan, ambil dana sesuai kebutuhan apabila kegiatan belum akan dilaksanakan biarkan uang di kas desa, setelah uang diambil maka segera laksanakan tanpa ditunda sehingga tidak menimbulkan kekurang puasan masyarakat atau bahkan menimbulkan pertanyaan yang bernada curiga.
Selamat Melaksanakan ADD.
SEMOGA SUKSES PENGELOLA SEJAHTERA MASYARAKAT dan MAJU DESANYA
By. Subbid Aset Desa
Kenapa demikian????
Karena senin, 18 Mei 2009, bakal dipastikan ADD tahap pertama yaitu sebesar 60% akan CAIR PERTAMA KALI. Kabar ini menggembirakan memang namun sekaligus memprihatinkan, sudah bulan Mei baru mau cair, tapi paling tidak kabar ini harus bisa menjadi penyemangat bagi desa lain untuk segera menyusul
Pencairan ini lain dari tahun lalu karena pemerintah berusaha mendekatkan pelayanan sehingga, ADD disimpan di Kas desa yang ada di BPR/BKK dimasing kecamatan.
Desa mana saja yang patut dibanggakan ini :
1. Kecamatan Watumalang : Desa Gumawang Kidul, Lumajang, Banyukembar, Watumalang, Mutisari, Pasuruhan
2. Kecamatan Selomerto : Desa Balekambang dan Kecis
3. Kecamatan Sukoharjo : Desa Sempol dan Pulus
4. Kecamatan Sapuran : Desa Ngadikerso dan Desa Batursari
Semoga 12 desa yang cair awal ini bisa memberikan contoh yang baik kepada desa lain, baik dari segi pelaksanaan di lapangan maupun pengadministrasiannya.
Tunjukkan bahwa pengelola keuangan desa transparan, ambil dana sesuai kebutuhan apabila kegiatan belum akan dilaksanakan biarkan uang di kas desa, setelah uang diambil maka segera laksanakan tanpa ditunda sehingga tidak menimbulkan kekurang puasan masyarakat atau bahkan menimbulkan pertanyaan yang bernada curiga.
Selamat Melaksanakan ADD.
SEMOGA SUKSES PENGELOLA SEJAHTERA MASYARAKAT dan MAJU DESANYA
By. Subbid Aset Desa
Musyawarah Kelurahan Dihapus?
Pertanyaan mengapa Muskel (Musyawarah Kelurahan) dihapuskan? Memang setelah ditetapkannya Peraturan Bupati Nomor 30 Tahun 2008 tentang Pencabutan Keputusan Bupati Nomor 5 Tahun 2003 tentang Musyawarah Kelurahan, maka Lembaga Musyawarah Kelurahan dihapus. Hal ini bukan sebagai upaya memberangus partisipasi masyarakat kelurahan. Tetapi beberapa alasan yang mendasarinya adalah :
1. Kelurahan adalah wilayah kerja lurah sebagai perangkat Daerah Kabupaten dalam wilayah kerja camat. Lurah berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Bupati melalui Camat. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, lurah melakukan koordinasi dengan Camat dan instansi vertikal yang berada di wilayah kerjanya. Artinya Kelurahan merupakan wilayah administratif semata bukan merupakan daerah otonom. Pengambilan kibijakan di kelurahan adalah integral kebijakan daerah otonom Kabupaten. Kalaupun Musyawarah Kelurahan tetap dipelihara keberadaannya tentu bukan sebagai sebuah kelembagaan, tetapi esensi permusyawarahan di kelurahan tetap harus dipertahankan bahkan tetap perlu dikembangkan. Keputusan Bupati tersebut diatas menghapus Muskel sebagai institusi, bukan esensi permusyawarahan. Kalaupun ada institusi Muskel, instutusi tersebut tidak memiliki kewenangan legislasi, sehingga keberadaannya sia – sia saja.
2. Secara yuridis formal institusi Muskel juga sudah tidak relefan lagi. Keberadaan lembaga Musyawarah Kelurahan (Muskel) yang diatur dengan Keputusan Bupati nomor 5 tahun 20003 tentang Musyawarah Kelurahan tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 73 tentang Kelurahan, untuk itu Keputusan Bupati tersebut dicabut dengan Peraturan Bupati Wonosobo Nomor 30 Tahun 2008 tentang Pencabutan Keputusan Bupati Nomor 5 Tahun 2003 tentang Musyawarah Kelurahan
Sebagai tindak lanjut dari penghapusan institusi Muskel tetapi masih mempertahankan esensi musyawarah maka Lurah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan yang melibatkan partisipasi masyarakat Lurah agar melaksanakan rapat dengan mengundang Ketua RT, Ketua RW, lembaga kemasyarakatan, tokoh agama atau unsur – unsur masyarakat lainnya yang terkait dengan permasalahan.Pelaksanaan rapat tersebut bersifat konsultatif dan koordinatif. Hasil rapat berupa berita acara rapat yang akan menjadi salah satu pertimbangan bagi Lurah dalam penyelenggaraan urusan – urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan sesuai dengan bidang tugasnya sebagai Perangkat Daerah.
1. Kelurahan adalah wilayah kerja lurah sebagai perangkat Daerah Kabupaten dalam wilayah kerja camat. Lurah berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Bupati melalui Camat. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, lurah melakukan koordinasi dengan Camat dan instansi vertikal yang berada di wilayah kerjanya. Artinya Kelurahan merupakan wilayah administratif semata bukan merupakan daerah otonom. Pengambilan kibijakan di kelurahan adalah integral kebijakan daerah otonom Kabupaten. Kalaupun Musyawarah Kelurahan tetap dipelihara keberadaannya tentu bukan sebagai sebuah kelembagaan, tetapi esensi permusyawarahan di kelurahan tetap harus dipertahankan bahkan tetap perlu dikembangkan. Keputusan Bupati tersebut diatas menghapus Muskel sebagai institusi, bukan esensi permusyawarahan. Kalaupun ada institusi Muskel, instutusi tersebut tidak memiliki kewenangan legislasi, sehingga keberadaannya sia – sia saja.
2. Secara yuridis formal institusi Muskel juga sudah tidak relefan lagi. Keberadaan lembaga Musyawarah Kelurahan (Muskel) yang diatur dengan Keputusan Bupati nomor 5 tahun 20003 tentang Musyawarah Kelurahan tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 73 tentang Kelurahan, untuk itu Keputusan Bupati tersebut dicabut dengan Peraturan Bupati Wonosobo Nomor 30 Tahun 2008 tentang Pencabutan Keputusan Bupati Nomor 5 Tahun 2003 tentang Musyawarah Kelurahan
Sebagai tindak lanjut dari penghapusan institusi Muskel tetapi masih mempertahankan esensi musyawarah maka Lurah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan yang melibatkan partisipasi masyarakat Lurah agar melaksanakan rapat dengan mengundang Ketua RT, Ketua RW, lembaga kemasyarakatan, tokoh agama atau unsur – unsur masyarakat lainnya yang terkait dengan permasalahan.Pelaksanaan rapat tersebut bersifat konsultatif dan koordinatif. Hasil rapat berupa berita acara rapat yang akan menjadi salah satu pertimbangan bagi Lurah dalam penyelenggaraan urusan – urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan sesuai dengan bidang tugasnya sebagai Perangkat Daerah.
Tunjangan Perangkat Desa Telat Cair!
Telpon dan sms tidak henti-hentinya masuk ke Bidang Pemdes, semua menanyakan kapan cairnya tunjangan Perangkat Desa, hampir tiap hari ada 50 sampai 100 an sms dan telpon masuk. Kades dan perangkat desa setiap bulannya dari APBD dan di transfer ke rekening Bank Pasar menerima tunjangan dari APBD, besarnya cukup lumayan untuk Kades 900 ribu, sekdes non PNS 600 ribu dan perangkat desa 450 ribu.
Namun pencairannya sering terlambat. Kenapa ?
Saya jelaskan deh, proses pencairan dimulai dari laporan spj penerimaan dari desa, selanjutnya kecamatan mengumpulkan spj tersebut dan memverifikasinya, lalu kecamatan mengirimkan ke Bidang Pemdes Kabupaten. Bidang Pemdes atas laporan tersebut memverifikasi spj yg masuk, dan mengajukan proses pencairan pada DPPKAD, selanjutnya di DPPKAD diverifikasi dan setelah clear maka Bidang Pemdes baru bisa mentransper tunjangan tersebut ke Bank Pasar, dari Bank Pasar baru diidistribusikan ke masing-masing desa.
Terus yang bikin lama dimana ?
Baik kita jelaskan :
- Desa mengirim spj ke kec lambat
- Kec harus nunggu lengkap dari semua desa
- Di kab, bidang pemdes harus nunggu semua kec lengkap.
Bagaimana biar cepet ?
Akhirnya Bidang Pemdes mendahulukan spj dari kec yang mauk dulu. Terbukti!! Tiga kecamatan (selomerto, sukoharjo dan Garung) tertinggal karena spj belum masuk ke bidang Pemdes.
Saat ini semua desa sudah cair dan yang belum 3 kecamatan itu.
Saran...
Spj dari desa agar tepat waktu dan sebelum tanggal 10 tiap bulan harus sudah masuk ke meja kami (bidang Pemdes).
Jadi kita tunggu spj nya yang bulan Mei dan Juni.
(from. Bidang Pemdes)
Langganan:
Postingan (Atom)